Kesempatan Kedua: Cinta Lama Bersemi Kembali
Aku hanya merasa mengenalnya, tatapannya benar-benar tak bisa terlupakan. Seperti sesuatu yang lama mengendap lalu tiba-tiba teraduk-aduk dan muncul di permukaan. Tatapannya masih sama, teduh dan siap melindungi siapapun yang dipandanginya.
Aku berpisah dengan Suhardiman tiga puluh lima tahun yang lalu. Aku berpisah dengannya saat aku lulus di bangku SD. Kala itu aku diterima di sebuah SMP favorit sedangkan ia pindah ke Sumedang megikuti keluarganya yang pindah ke sana. Sejak itu, aku tak pernah lagi berhubungan dengannya. Tak ada upaya apapun dari kami untuk bisa tetap menjalin komunikasi. Kesederhanaan hidup telah memisahkan kami begitu saja.
Di masa kecilku ia selalu hadir menemaniku. Melindungi aku dari teman-teman yang nakal. Meskipun masih kecil, hatiku selalu luruh ketika ia memandangiku. Tak pernah ada kata-kata yang berlebihan, tak pernah ada sikap berlebihan. Semua mengalir apa adanya sejak aku dan dia memasuki bangku kelas satu. Tahun ke tahun persahabatan antara aku dan dia semakin erat.
Suhardiman adalah lelaki impianku sejak kecil. Ketika aku harus membayangkan sebuah perkawinan, maka wajahnya yang akan muncul. Ketika membayangkan sebuah keluarga, maka sosoknyalah yang akan muncul. Saat itu, hatiku memutuskan bahwa ia adalah kesempurnaan seorang lelaki.
Hari ini kupandangi sosok di depanku. Ia adalah Suhardimanku yang telah lama hilang. Ia berdiri di depan kelas dengan gagahnya. Wajahnya terlihat dewasa dan bijaksana. Tubuhnya menjulang di depan kelas. Ia akan memberikan kuliah tentang statistik. A ha, rupanya aku telah ketinggalan darinya. Di usiaku sekarang aku baru saja akan mengambil gelar S2, sedangkan Suhardiman sahabatku ini akan menjadi dosenku.
Ia memperkenalkan diri lalu mulai memanggil kami satu per satu setiap mahasiswa yang kebanyakan sudah berumur. Ia menatapku lama saat menyebut namaku. Jantungku berdesir, dalam hitungan detik kami lupa sedang berada di mana. Ia tersenyum, dan bertanya perlahan”Apa kabar?” “Baik.” jawabku tersipu karena tak mengira ia masih mengingatku.
Kami bertemu setelah kuliah usai. Ia menungguku di depan ruang kuliahku. Semula aku tak mengira bahwa keberadaannya di depan ruang kuliahku adalah untukku. Jadi, aku segera saja melewatinya ketika tiba-tiba tangannya meraih tanganku. Aku terhenyak ketika ia berpamitan dengan dosenku yang baru saja selesai memberikan kuliah. “Tunggu!” katanya lembut.
Kami berjalan beriringan, tanganku telah dilepaskannya, namun kehangatannya masih membekas. Kami berjalan menuju cafetaria. Ia memesan dua gelas kopi dan satu porsi pisang goreng. “Ya Tuhan, akhirnya aku menemukanmu. Begitu lama, apa kabarmu, coba ceritakan keberadaanmu sekarang!” Ujarnya. “Aku baik-baik saja, aku bisa mengatasi semua.” Jawabku.
“Apa maksudmu bisa mengatasi semua?” tanyanya. Tanpa keraguan kuceritakan semua tentang hidupku selama ini. Betapa suksesnya aku di satu sisi dan betapa gagalnya aku di sisi yang lain. Ia menyimak seluruh ceritaku. Tak sedikitpun ia menyela. Ia menggenggam tanganku. Ketika ceritaku berakhir barulah aku tersadar, bagaimana bisa aku membiarkan ia menggenggam tanganku begitu lama, bagaimana jika ternyata ia suami orang, Ya Tuhan. Dengan penuh rasa bersalah aku melepaskan tanganku dari genggamannya.
“Bagaimana denganmu, apa kabarmu?” tanyaku perlahan. Dengan mantap ia menceritakan kehidupannya. Bahwa istrinya telah meninggalkannya untuk selamanya sebelum mereka sempat memiliki anak. Bertahun-tahun ia hidup sendiri. Saat mendengar statusnya, tiba-tiba saja aku merasa lega. Nafasku yang selama ini tertahan tiba-tiba menjadi lancar. Aku memandanginya sambil bertanya-tanya di dalam hati “Inikah takdirku?”
Pertanyaan dari dalam hatiku terjawab segera. “Tahukah kau bahwa aku pernah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tak akan pernah menikah lagi jika tidak denganmu, maukah kau menjadi istriku?” Tanyanya dengan sungguh-sungguh. “Ini memang terlalu cepat, namun aku tak ingin kehilangan lagi mimpi-mimpiku di masa kecil dulu. Aku mencintaimu meski saat itu aku belum memahami arti cinta, namun kini aku benar-benar memahami dan masih mencintaimu, menikahlah denganku. Kita naiki kereta berikutnya.” jelasnya.
Cinta datang tanpa pernah diundang, mengisi setiap hati tanpa pernah bisa diduga. Beberapa waktu lalu aku kehilangan sebuah cinta kemudian hari berikutnya aku memperoleh cinta. Cinta Lama Bersemi Kembali. Berdua kami bergandengan tangan, tak peduli pada pandangan orang-orang sekitar. Kami terus melangkah melanjutkan hidup dan berjanji sehidup semati.
Hari ini, aku berjalan menuju altar. Di sana Suhardiman belahan jiwaku berdiri menungguku bersama sang pendeta. Hari ini, aku resmi menjadi istrinya, sebuah kecupan hangat menandainya.
sumber : disini
Read more...