BUMI MALANG MIG33

www.bumimalang.tk
Photobucket
e-book Usaha Toko Sembako
SELAMAT DATANG DI BUMI MALANG SATU BUMI UNTUK MALANG by hagemaru_j
e-book Usaha Toko Sembako hagemaru_j




Sabtu, 19 Maret 2011

Kevin Carter ( musibah kelaparan di Sudan )




” PULITZER  PRIZE “  pemenang foto yang diambil pada tahun 1994 saat musibah kelaparan di Sudan. 




Picture3 Pulitzer prize 1994 ” 



show.php?photo=20101120041311 starvation 4ce6e86711cc5 Kevin Cartner, Dokumentasi Bencana Kelaparan Sudan




03 patrick farrell 480x390 Pulitzer prize 1994


Picture6 Pulitzer prize 1994




Picture8 Pulitzer prize 1994




sad 1 480x421 Pulitzer prize 1994



menurut yang tertulis di wikipedia Foto ini dijual ke The New York Times dimana muncul untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Maret 1993. Praktis semalam ratusan orang dihubungi koran untuk menanyakan apakah anak itu selamat, memimpin koran untuk menjalankan catatan editor khusus yang mengatakan gadis itu memiliki kekuatan cukup untuk berjalan kaki dari burung bangkai, tetapi bahwa nasib akhir nya tidak diketahui.

referensi di blog-blog maupun web seperti di kutip dari adentya.com menyatakan Walau foto itu mendapat penghargaan Pulitzer pada tahun 1994, banyak anggapan bahwa Carter terlalu sibuk dengan kameranya dan bukannya fokus untuk menolong anak itu. Nasib anak itu sendiri pun tidak diketahui sampai sekarang. Bahkan ada penulis yang mengatakan Carter tak ubahnya si burung pemakan bangkai. Karena burung pemakan bangkai itu mengamati calon korbannya hingga lemah, dan Carter mengamati dengan cara yang sama di balik lensa kameranya.
Tanggal 27 Juli 1994 merupakan tanggal yang sangat buruk bagi Carter. Ia sangat depresi dan dihantui kejamnya perang, pembunuhan, kemarahan dan sakit… anak-anak yang terluka dan kelaparan, orang-orang gila yang gemar menarik pemicu senjata, seringkali adalah polisi, algojo pembunuh. Carter akhirnya bunuh diri dengan menghirup gas karbon monoksida yang sengaja dia alirkan dari asap knalpot mobilnya. Ia meninggal di sungai Braamfontein Spruit tak jauh dari Field and Study Centre, tempat dimana ia sering bermain-main di masa kecilnya.
“Aku pergi bergabung dengan Ken, jika beruntung”. Itu adalah bagian akhir surat yang ditemukan polisi di dalam mobilnya. Ken yang dimaksud adalah Ken Oosterbroek yaitu sahabatnya, sesama fotografer yang terbunuh dalam suatu insiden di bulan April 1994, 3 bulan sebelum Carter bunuh diri. Tragis……





show.php?photo=20101120041310 000sudanfaminekevincarter 4ce6e866e1548 Kevin Cartner, Dokumentasi Bencana Kelaparan Sudan




sedangkan pendapat yang berbeda saya peroleh dari hakiembunitas.blogspot.com yang menyebutkan sumbernya dari kaskus.us mengatakan.

Sampai saat ini, rumor tentang foto karya Kevin Carter (Afrika Selatan) yang ada di diatas ini masih simpang siur. Foto peraih Hadiah Pulitzer tahun 1994 yang menampilkan seorang anak kecil kurus kering dengan latar belakang seekor burung pemakan bangkai ini hampir selalu dikaitkan dengan peristiwa bunuh diri yang dilakukan pemotretnya.
Rumor yang beredar mengatakan, Carter bunuh diri karena menyesal tidak menolong anak itu, tetapi malah memotretnya, bahkan lalu meraih hadiah jurnalistik bergengsi.
Rumor yang tak jelas benar asal-usulnya ini bertutur lebih jauh, Carter menulis di buku hariannya seusai memotret foto itu, ”Ya Tuhan, aku tidak akan menyia-nyiakan makanan lagi walau rasanya setidak enak apa pun.” Di situs BBC, jelas-jelas ada bantahan bahwa kalimat itu tidak pernah ditulis atau diucapkan Carter di mana pun.
Dari penelusuran ke berbagai sumber, didapat kesimpulan bahwa Carter tak mungkin bunuh diri karena foto itu. Carter tahu benar bahwa anak itu tidak dalam bahaya sama sekali.

Foto itu dibuat bukan di tempat terpencil, melainkan di sebuah acara pembagian makanan. Bahkan, Carter berlutut sekitar 20 menit di depan anak itu. Ia memotret beberapa kali sampai tiba-tiba seekor burung pemakan bangkai hinggap sebagai latar belakang. Carter juga sempat menunggu agar sang burung pemakan bangkai mengembangkan sayapnya untuk mendapatkan foto yang lebih dramatis. Selain itu, orangtua atau kerabat si anak juga berdiri tak jauh dari situ, sibuk meraih pembagian makanan. Seusai memotret, Carter juga sempat mengusir sang burung pemakan bangkai.

Berikut dibawah ini cerita yang disampaikan Joao Silva yang bersama Carter berada di tempat pemotretan, seperti dituturkan kepada penulis Jepang, Akio Fujiwara, dan dimuat dalam buku berjudul The Boy who Became a Postcard (terbitan Ehagakini Sareta Shonen).

Saat itu, tanggal 11 Maret 1993, Carter dan Silva mendarat di bagian utara Sudan untuk meliput kelaparan parah yang sedang terjadi di sana. Mereka berdua turun dari pesawat PBB yang memang akan menurunkan bantuan pangan. Tim kesehatan PBB memberi tahu keduanya bahwa mereka akan tinggal landas lagi 30 menit kemudian.
Dalam 30 menit itu, tim PBB memang membagi-bagikan makanan. Carter dan Silva cukup terkesima melihat orang-orang kelaparan yang berebut makanan pembagian. Anak yang dipotret Carter pun dipotret Silva walau tidak dipublikasikan. Menurut Silva, Carter memotret dari jarak sekitar 10 meter dan di belakang Carter adalah suasana orang ramai berebut makanan.
Satu yang penting dari kejadian itu adalah seusai memotret, Carter duduk di bawah pohon dan tampak tertekan.
”Dia berkata rindu dan ingin memeluk Megan, putrinya,” kata Silva.
Carter memang punya seorang anak perempuan bernama Megan, kelahiran 1977, di luar nikah dengan Kathy Davidson, seorang guru sekolah.
Pada waktu bunuh diri pun, surat yang ditinggalkan Carter berisi tulisan sebagai berikut: ”I am depressed … without phone … money for rent … money for child support … money for debts … money!!! … I am haunted by the vivid memories of killings and corpses and anger and pain … of starving or wounded children, of trigger-happy madmen, often police, of killer executioners…I have gone to join Ken if I am that lucky…
Yang artinya kurang lebih = "Aku depresi ... tanpa telepon ... uang untuk menyewa ... uang untuk mendukung anak ... uang ... uang utang! ... Saya dihantui oleh kenangan hidup tentang pembunuhan dan mayat-mayat dan kemarahan dan rasa sakit ... kelaparan atau anak-anak terluka, orang-orang gila memicu-senang, sering polisi, dari algojo pembunuh ... Aku pergi untuk bergabung dengan Ken jika saya yang beruntung".

Carter bunuh diri 27 Juli 1994 beberapa pekan setelah meraih Hadiah Pulitzer dengan cara menutup diri di dalam mobil pickup-nya, lalu mengalirkan gas knalpot ke dalam. Ia bunuh diri karena depresi pada kenyataan hidup yang kejam dan keras. Carter juga menangisi kematian sahabatnya, Ken Oosterbroek, sesama fotografer jurnalistik, yang meninggal saat meliput sebuah kerusuhan.

Pembela kebenaran

Sebenarnya Carter yang lahir 13 September 1960 di Johannesburg, Afrika Selatan, berjiwa pembela kebenaran sejak kecil.
Ibunya, Roma Carter, bercerita bahwa Kevin kecil sering meradang kalau melihat seorang polisi kulit putih memperlakukan orang kulit hitam dengan kejam. ”Kevin berteriak kepada ayahnya agar menghentikan ulah polisi itu,” kata Roma.
Demikianlah, profesi sebagai fotografer jurnalistik sering membawanya menjadi saksi peristiwa-peristiwa keji, seperti orang yang dibakar hidup-hidup ataupun orang yang dibantai beramai-ramai di tengah keramaian.
Carter tidak tahan hidup menjadi saksi kekejaman. Ia memilih mengakhiri hidupnya.

Pertanyaan penting tentang mengapa foto karyanya penuh dengan rumor, barangkali bisa merujuk pada pendapat Richard Winer, peneliti misteri Segitiga Bermuda.

”Manusia pada dasarnya senang mitos. Walau sudah ada penjelasan ilmiahnya, sebuah mitos atas suatu peristiwa selalu ada,” kata Winer.



kalau menurut pembaca bagaimana???

Read more...

Hakekat Sedulur Papat, Lima Pancer

Mengambil dari Kitab Kidungan Purwajati, tulisannya dimulai dari lagu Dhandanggula yang bunyinya sebagai berikut :

"Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji Tunggal sawujud ingwang".

Pada lagu diatas, disebutkan bahwa “Saudara Empat” itu adalah Marmati, Kawah, Ari – ari (plasenta/tembuni) dan Darah yang umumnya disebut Rahsa. Semua itu berpusat di Pusar yaitu berpusat di Bayi.

Jelasnya mereka berpusat di setiap manusia. Mengapa disebut Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari – Ari dan Rahsa?
Marmati itu artinya Samar Mati (Takut Mati). Umumnya bila seorang ibu mengandung seorang bayi, sehari-hari pikirannya khawatir karena Samar Mati. Rasa khawatir tersebut hadir terlebih dahulu sebelum keluarnya Kawah (air ketuban), Ari – ari dan Rahsa. Oleh karena itu Rasa Samar Mati itu lalu dianggap Sadulur Tuwa (Saudara Tua). Perempuan yang hamil saat melahirkan, yang keluar terlebih dahulu adalah Air Kawah (Air Ketuban) sebelum lahir bayinya, dengan demikian Kawah lantas dianggap Sadulur Tuwa yang biasa disebut Kakang (kakak) Kawah. Bila kawah sudah lancar keluar, kemudian disusul dengan lahirnya si bayi, setelah itu barulah keluar Ari-ari (placenta/ tembuni).

Karena Ari-ari keluar setelah bayi lahir, ia disebut sebagai Sedulur Enom (Saudara Muda) dan disebut Adhi (adik) Ari-Ari. Setiap ada wanita yang melahirkan, tentu saja juga mengeluarkan Rah (Rah/Getih = darah) yang cukup banyak. Keluarnya Rah (Rahsa) ini juga pada waktu akhir, maka dari itu Rahsa itu juga dianggap Sedulur Enom. Puser (Tali pusat) itu umumnya gugur (Pupak) ketika bayi sudah berumur tujuh hari. Tali pusat yang copot dari pusar juga dianggap saudara si bayi. Pusar ini dianggap pusatnya Saudara Empat. Dari situlah muncul semboyan ‘Saudara Empat Lima Pusat’ yang biasa disebut dalam bahasa Jawa Sedulur Papat, Lima Pancer.

Adapun Keempat nafsu yang berhubungan dengan rusaknya "persaudaraan" jasad kita dengan Sedulur Papat tersebut bisa juga digambarkan sebagai berikut :

Amarah : Bila manusia hanya mengutamakan nafsu amarah saja, tentu akan selalu merasa ingin menang sendiri dan selalu ribut/bertengkar dan akhirnya akan kehilangan kesabaran. Oleh karena itu, sabar adalah alat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT.

Supiyah / Keindahan : Manusia itu umumnya senang dengan hal-hal yang bersifat keindahan misalnya wanita (asmara). Maka dari itu manusia yang terbenam dalam nafsu asmara/ berahi diibaratkan bisa membakar dunia.

Aluamah / Serakah : Manusia itu pada dasarnya memiliki rasa serakah dan aluamah. Maka dari itu, apabila nafsu tersebut tidak dikendalikan manusia bisa merasa ingin hidup makmur sampai tujuh turunan.

Muthmainah / Keutamaan : Walaupun nafsu ini merupakan keutamaan atau kebajikan, namun bila melebihi batas, tentu saja tetap tidak baik. Contohnya: memberi uang kepada orang yang kekurangan itu bagus, namun apabila memberikan semua uangnya sehingga kita sendiri menjadi kekurangan, jelas itu bukan hal yang baik.

Maka dari itu, saudara empat (Sedulur Papat) harus diawasi dan diatur agar jangan sampai ngelantur. Manusia diuji agar jangan sampai kalah dengan "keempat saudaranya" yang lain, yaitu harus selalu menang atas mereka sehingga bisa mengatasinya. Kalau Manusia bisa dikalahkan oleh saudara empat ini, berarti hancurlah dunianya. Sebagai Pusat, manusia harus bisa menjadi pengawas dan menjadi patokan.

Benar tidaknya hakekat yang diterangkan diatas, silahkan anda yang menilai.









sumber : http://hakiembunitas.blogspot.com/2011/01/hakekat-sedulur-papat-lima-pancer.html

Read more...

BUMI MALANG MIG33 COMUNITY

Pengikut

About This Blog

  © Blogger templates ProBlogger Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP